Reformasi Birokrasi




   Max Weber (1864-1920) seorang ahli  sosiolog Jerman yang menekankan pada kebutuhan akan hierarki yang ditetapkan dengan ketat untuk mengatur peraturan dan wewenang dengan jelas. Menurutnya organisasi ideal pastilah sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuannya dipikirkan secara rasional dan pembagian tugas dari para karyawannya dinyatakan dengan jelas.

   Peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.
      Birokrasi menyelenggarakan pelayanan umum atau pelayanan publik (public services), dan pelaksananya, yaitu pegawai negeri dikenal sebagai pelayan (abdi) masyarakat (public servants).
      Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek berikut :
a. Kelembagaan (organisasi)
b. Ketatalaksanaan (business process)
c. sumber daya manusia aparatur
  Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional

Dalam pelaksanaan birokrasi menjalankan  kekuasaan  atau  kewenangannya  tersebut  apakah sudah benar, atau  menyelewengkan  kewenangannya  tersebut  demi  kepentingan peribadi selain kepentingan  masyarakat, maka diperlukan etika sebagai   panduan  dalam  pengambilan   keputusan  dan  sekaligus  sebagai  kriteria  untuk  menilai  baik  atau  buruknya  suatu keputusan tersebut. 
Kewibawaan Pemerintah, pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan dambaan penyelenggara pemerintahan sendiri dan masyarakat secara umum. Kebersihan dan  kewibawaan  ini  pada  dasarnya  hanya  dapat  di peroleh  jika  birokrasi  dan pelaksananya bebas dari perilaku negatif atau tercela.
Sumber kewibawaan  birokrasi  dan  aparaturnya  bukanlah  kekuasaan  yang  mereka  miliki, melainkan  kualitas  pengabdian  mereka  kepada  kepentingan  masyarakat,  bangsa dan  negara
  Pejabat birokrasi  disebut dengan birokrat. Di negara demokrasi, birokrat adalah pejabat publik (pemerintahan) yang diangkat, dipertahankan, dan dipromosikan melalui sistem merit (berdasarkan prestasi atau kinerja).
  Pejabat publik  diangkat secara politis, mereka mempunyai posisi yang relatif sangat aman.
  Birokrat berbeda dengan pejabat publik yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum.
  Di Indonesia, para menteri adalah pejabat negara (publik) yang berkait erat secara langsung dengan (diangkat oleh) presiden yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum, oleh sebab itu, mereka tidak termasuk sebagai birokrat.
  Birokrat adalah mereka yang menduduki jabatan eselon I kebawah, di kementerian atau lembaga-lembaga non-kementerian
  Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU Nomor 17 Tahun 1974 yang diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999), pegawai negeri yang membentuk pelayanan publik (public service) di Indonesia meliputi pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, dan POLRI, dan pegawai BUMN/D.
Undang-Undang Aperatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014
  Etika pelayanan publik = etika birokrasi = etika pegawai negeri (khususnya PNS)
  Pelayanan publik bertujuan untuk mewujudkan integeritas dalam pelayanan publik (public service integrity)
  Pelayanan  publik sering dinyatakan sebagai kepercayaan publik (public service is a public trust)
  Di sektor manapun, termasuk sektor publik (pemerintahan), ada dua aspek penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme dan etika. Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai kinerja prima, dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas, dan efektivitas, dan pada saat yang sama dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi standar etika, seperti integritas, objektivitas atau imparsialitas, keadilan, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, sektor publik, seperti sektor bisnis, dituntut memiliki dua keunggulan, yaitu keunggulan teknis (profesionalisme) dan keunggulan moral (etika), baik normatif maupun objektif.
  Etika diperlukan sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan sekaligus sebagai kriteria untuk menilai baik atau buruknya suatu keputusan tersebut
  Pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan dambaan penyelenggara pemerintahan sendiri dan masyarakat secara umum. Kebersihan dan kewibawaan ini pada dasarnya hanya dapat diperoleh jika birokrasi dan pelaksananya bebas dari perilaku negatif atau tercela
  Setiap warga negara berhak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah, setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh pelayanan dari negara
  Rakyat, warga negara mengharapkan aparatur birokrasi benar-benar menjadi “abdi negara” dan “abdi masyarakat”, menempatakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, mengelola sumber daya publik yang telah dipercayakan secara professional dan menjunjung tinggi standar etika.
Referensi :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IF I GO...

Nilai-Nilai Kementerian Keuangan

Pembinaan Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil